Kamis, 19 Februari 2009

Ironi Partai Politik di Semarak Pemilu 2009 (1)

*
Caleg, Jelaskan Visi Misi Parpolmu!


"...Kalau saja kita mau menghitung siapa yang paling banyak memberikan kontribusi kekacauan di negara kita, itu adalah partai politik!"

Laporan Anita Anggriany
anita@fajar.co.id

"Penyebab yang disadari, banyak caleg yang tidak mengerti visi mis partai politiknya sendiri. Bahkan ada pengurus inti yang sama sekali tidak tahu,". Pernyataan itu dilontarkan pengamat politik Sulsel Prof Aswanto pada Forum Diskusi Group yang membahas tentang Survey Akuntabilitas Parpol yang dilaksanakan oleh Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi, Sabtu 7 Februari 2009.
Sedikit mengutip pernyataan Dosen Unhas, Dedy Tikson, pada kalimat awal, Aswanto mengatakan kerugian negara yang disebabkan oleh parpol ini karena mereka tidak memahami apa itu demokrasi. Padahal, salah satu yang ingin dilakukan parpol adalah pembelajaran politik bagi masyarakat. "Ironisnya, mereka sendiri belum memahami apa itu demokrasi," tandas mantan Ketua Panwaslu Sulsel itu.
Pernyataan Aswanto ini, setidaknya didukung oleh hampir separuh peserta diskusi yang berasal dari berbagai kalangan itu.
Hal paling sederhana yang menjadi pertanyaan, apakah para caleg yang diusung partai mereka itu mengenali dan memahami dengan baik apa visi misi parpolnya.
"Saya pernah bertanya pada beberapa orang apa visi misi mereka dan parpolnya, sehingga dia maju menjadi caleg. Jawabannya, menyedihkan sekali, mereka bilang nda perlu dibahas itu, karena ini bukan ujian soal," tandas Aswanto.
Ada pendapat bahwa persoalan ini mengemuka karena, parpol selama ini kehilangan ideologinya. Asumsinya ini terjadi akibat eforia berdemokrasi pasca orde baru yang membelenggu kebebasan masyarakat untuk berpolitik.
Koordinator Kopel Sulawesi, Syamsuddin Alimsyah mengatakan, terjadi pergeseran nilai-nilai dalam parpol mulai dari orde lama hingga reformasi. Pada orde lama, masing-masing partai membawa ideologinya masuk dalam pemerintahan. "Misalnya Masyumi yang menang, maka dia akan membawa ideologinya dalam pemerintahan," ujar Syam yang menjadi moderator kala itu.
Pada orde baru, ideologi tunggal yang "dipaksa" oleh pemerintah tak bisa membuat partai banyak cincong. Mereka hanya mengemukakan program-program kerja.
Namun, kondisi dinilai parah pada era reformasi, semuanya terasa longgar. "Pascaorde baru dari konsep program menjadi “simpati” saja. Orang tidak melihat pada apa program tapi apa saja yang menarik di partai politik,"
tandas Syam.
Keadaan ini akhirnya menurun pada kualitas caleg yang diusung parpol. Tak heran, muncul seperti jamur di tengah hujan, para caleg yang "kerjanya" membagi-bagikan kaos, beras, mie instan, dan kebutuhan "perut" lainnya. Mereka tidak bekerja seperti cita-cita awal yaitu memberi pembelajaran politik pada masyarakat.
Sesungguhnya, diakui oleh peserta bahwa semua parpol memiliki visi misi. Modelnya hampir sama dengan persyaratan pembentukan parpol berdasarkan UU. Semuanya sangat bagus. Tetapi, visi misi dan program itu tidak terimplementasi dengan jelas di masyarakat. Menurut peserta, mesin politik partai macet. Mereka hanya menjalankannya pada saat ada pesta pilkada dan pemilu. (*)

Tidak ada komentar: